Kamis, Januari 17, 2013

Sandal, Sepatu dan Sepotong Senyuman

Sambil menuruni tangga gedung Fakultas Teknik, mataku menangkap sosok yang sudah sangat kukenal. Bahkan ibarat kata dengan memejamkan mata saja, aku tahu bahwa itu dia. Ya, dia... sahabat separuh hidupku. Karena aku mengenalnya sejak lahir. Sejak dalam kandungan, mungkin. Ibuku dan ibunya adalah sahabat juga. Yang entah disengaja atau tidak, menikah dan hamil hampir dalam waktu yang bersamaan. Otomatis, waktu kelahiran kami-pun hampir bersamaan. Aku hanya lebih tua tiga minggu darinya.
Rumah kami berhadapan. Sejak taman kanak-kanak hingga sekolah menengah umum, kami tak pernah pisah. Selalu bersama. Bahkan saat menjadi mahasiswa seperti sekarang ini, kami masih saja sama-sama. Hanya saja berbeda jurusan. Aku mengambil Teknik Industri, sedangkan dia mengambil Teknik Mesin. Hubungan kami istimewa, melebihi sepasang kekasih. Sederhana, tapi menyenangkan. Aku melihat sahabatku, Wisnu dengan kekasihnya, Farah.
Farah... Ah, pemilik nama itu yang membuatku sedikit merasa ‘tersingkir’ dari kehidupan Wisnu. Aku dan Wisnu selalu bersama kemanapun, sampai setahun yang lalu. Saat Wisnu mengatakan sesuatu yang membuat kepalaku mendadak pusing. Dia tengah berkencan dengan seorang adik tingkat dari jurusan Teknik Informatika. Wisnu menceritakan dengan mata berbinar, bagaimana ospek kampus telah berjasa mempertemukan mereka. Betapa bersyukurnya dia karena pilihannya untuk hadir sebagai perwakilan dari Badan Eksekutif Mahasiswa, ternyata membuahkan hasil yang manis.
Hubungan kami benar-benar berubah sejak itu.Tak ada lagi kebiasaan kumpul bersama, jalan juga lebih sering masing-masing. Seakan aku bertransformasi menjadi nomer dua sekarang. Atau memang benar begitu?
Apa? Itu karena aku mencintai Wisnu?
Ah, sebelum kesalahpahaman ini meluas, aku ingin memastikan satu hal. Perasaanku pada Wisnu adalah murni perasaan seorang sahabat. Kalaupun ada rasa jengkel ketika dia berjalan atau menjalin hubungan dengan perempuan lain, itu karena tiba-tiba aku merasa tersisih. Dan akhirnya, aku hanya menjadi orang kesekian yang mengetahui hal-hal baru tentang Wisnu. Mendadak perutku terasa mulas memikirkan hal itu. yang pasti perasaanku mengatakan, aku tidak mencintai Wisnu melebihi apa yang seharusnya.
Saat melihat Wisnu melangkah ke arah dengan senyum khasnya dan rangkulan tangan di bahu Farah, rasa jengkelku kembali muncul.
“Hei, Ras!” sapa Wisnu. Aku menyeringai. Kelihatan aneh, sepertinya. Tapi, aku tidak bisa berpura-pura tersenyum tulus saat melihat kegembiraannya dengan pacarnya itu. Tiba-tiba aku merasa lelah.
“Mau kemana?” tanyaku malas. Aku tidak menoleh sama sekali pada Farah. Aku tidak peduli apakah dia tersinggung dengan tingkahku yang tidak mempedulikannya. Sekali lagi, aku bukan orang yang bisa berpura-pura pada sesuatu yang ‘tidak kusukai’.
“Cari buku. Ikut, yuk!” ajak Wisnu sambil melepaskan rangkulannya pada Faras.
Aku menggeleng cepat. “Aku mau tidur saja sebentar, sebelum kelas berikutnya.”
“Ayolah, Ras. Daripada tidur, lebih baik kita keluar saja. Sekalian cari makan.” Farah ikut membujukku. Aku menggeleng malas. “Wah, padahal pasti akan menyenangkan kalau kamu ikut.”
“Kalian pergi saja! Lagipula, panas-panas begini lebih baik kubuat tidur!” jawabku lagi. Tetap menolak. Jangan sok simpati padaku! Menyenangkan mungkin buatmu, melihatku jengah berada di antara kemesraan kalian. Oh oh, Tidak, terima kasih!
“Baiklah, kalau begitu kami pergi duluan. Kamu mau titip sesuatu?” tanya Wisnu. Aku menggeleng lagi. Kulihat Wisnu sedikit menghela nafas kecewa. Atau hanya perasaanku saja, ya? Entahlah. “Ya sudah, kami tinggal dulu, ya! Kalau nanti berubah pikiran dan menyusul, kami pergi ke pusat pertokoan di ujung jalan ini,” lanjut Wisnu, lalu melangkah pergi saat aku mengangguk pelan. 
Bagiku tidak perlu berpikir dua kali untuk menolak setiap ajakanmu, jika itu artinya aku harus bercengkerama dengan dia, kekasihmu itu. Aku mengenal Wisnu dengan sangat baik. Dia pasti sudah tahu-atau paling tidak merasakan-bahwa aku tidak pernah suka pada kekasihnya yang bentuknya seperti model itu. Bicara tentang tubuhnya, kulitnya seputih pualam, rambut hitam memanjang terawat, dan tubuh semampai. Itu masih tubuhnya. Beralih pada area wajah, hidungnya yang mancung, bibir mungil dan mata bulat yang mempesona.

Bersambung...

Tidak ada komentar:

Posting Komentar