Selasa, Oktober 04, 2011

Tukang becak paling mulia


Membaca sebuah cerita tentang Bai Fang Li, dapat memberikan pelajaran hidup bagi kita. Pelajaran tentang Kemanusiaan, Berbagi, dan Peduli pada orang lain. Tidak perlu menunggu untuk kaya atau sejahtera untuk berbagi, seperti kebanyakan orang yang baru menyumbang atau membantu sesamanya ketika dia kaya. Bai Fang Li, dengan segala kekurangannya, dia mampu memberikan sesuatu, ketika orang lain masih harus menunggu untuk kaya. Hidup pas-pasan, namun masih tetap membantu orang tanpa pamrih.
Bai Fang Li, mencari nafkah sebagai tukang becak. Seumru hidupnya dihabiskan dengan mengayuh becaknya. Membawa setiap penumpang yang membutuhkan jasanya. Meskipun, kadang tubuh kecilnya tidak seimbang dengan becak atau penumpang yang dibawanya, dia tetap semangat mengantarkan penumpangnya sampai tujuan.

 
Ia hampir tak pernah beli makanan, karena makanan ia dapatkan dengan cara memulung. Begitupun pakaiannya. Padahal pendapatannya cukup untuk membeli makanan dan pakaian. Bahkan dia mampu menghidupi dirinya dengan layak.Namun nyatanya dia lebih memilih untuk menggunakan uang hasil jerih payahnya untuk menyumbang yayasan yatim piatu yang mengasuh lebih dari 300 anak tidak mampu.
Bai Fang Li mulai tersentuh untuk menyumbang yayasan itu ketika usianya menginjak 74 tahun. Saat itu ia tak sengaja melihat seorang anak usia 6 tahunan yang sedang menawarkan jasa untuk membantu ibu-ibu mengangkat belanjaannya di pasar. Usai mengangkat barang belanjaan, ia mendapat upah dari para ibu yang tertolong jasanya.
Namun yang membuat Bai Fang Li heran, si anak memungut makanan di tempat sampah untuk makannya. Padahal ia bisa membeli makanan layak untuk mengisi perutnya. Ketika ia tanya, ternyata si anak tidak mau mengganggu uang hasil jerih payahnya itu untuk dirinya sendiri. Ia ingin menggunakan uang itu untuk makan kedua adiknya yang berusia 3 dan 4 tahun di gubuk di mana mereka tinggal. Mereka hidup bertiga sebagai pemulung dan tidak tahu dimana orangtuanya berada.
Bai Fang Li kemudian mengantar anak tersebut ke gubuknya. Hati Bai Fang Li makin merintih ketika melihat kedua adik anak tersebut. Kedua anak perempuan itu nampak menyedihkan, kurus, kotor dengan pakaian yang compang-camping.
Bai Fang Li tidak menyalahkan kalau tetangga ketiga anak tersebut tidak terlalu peduli dengan kondisi mereka. Karena mereka juga terbelit kemiskinan yang sangat parah. Jangankan untuk mengurus orang lain, mengurus diri mereka sendiri dan keluarga mereka saja sudah kesulitan. 
Karena tidak tega, Bai Fang Li ketiga anak itu ke yayasan yatim piatu di mana di sana ada ratusan anak yang diasuh. Sejak itu Bai Fang Li mengikuti cara si anak, tak menggunakan uang hasil mengayuh becaknya untuk kehidupan sehari-hari melainkan disumbangkan untuk yayasan yatim piatu tersebut.
Bai Fang Li memulai menyumbang yayasan itu pada tahun 1986. Ia tak pernah menuntut apa-apa dari yayasan tersebut. Ia tak tahu pula siapa saja anak yang mendapatkan manfaat dari uang sumbangannya. Hari demi hari, bulan demi bulan, dan tahun demi tahun, sehingga hampir 20 tahun Bai Fang Li menggenjot becaknya demi mendapatkan uang untuk menyumbang pada yatim piatu itu, tanpa perduli dengan cuaca yang berganti. Di tengah badai salju yang membekukan tubuh tuanya atau di dalam sengata matahari yang membakarnya. 
“Tidak apa-apa saya menderita, yang penting biarlah anak-anak yang miskin itu dapat makanan yang layak dan dapat bersekolah. Dan saya bahagia melakukan semua ini…,” katanya bila orang-orang menanyakan mengapa ia mau berkorban demikian besar untuk orang lain tanpa perduli dengan dirinya sendiri.
Pada tahun 2001, ketika usianya mencapai 91 tahun, dengan tubuhnya yang sudah ringkih dan tidak kuat lagi, dia mengantarkan tabungan terakhirnya sebesar RMB 500 (setara dengan Rp. 650 ribu)
Bai Fang Li berkata, “Saya sudah tidak dapat mengayuh becak lagi. Ini adalah sumbangan terakhir yang bisa saya berikan.”
Bai Fang Li wafat pada usia 93 tahun, dalam keadaan miskin. Namun, dia bahagia karena telah menyumbangkan hasil jerih payah seumur hidupnya pada anak-anak yatim piatu yang membutuhkan. Terhitung, uang yang telah dia sumbangkan sebesar RMB 350 ribu (sama dengan 455 Juta, dengan kurs 1300)
Menyumbang atau menjadi berguna untuk orang lain tidak harus menunggu kaya. Bai Fang Li membuktikannya.Seorang tukang becak, tua, dan miskin, namun hidupnya mampu berguna untuk lebih dari 300 anak yatim piatu. Maka, meski bagi dia harus dibayar dengan tetap miskin, dia mendapatkan sesuatu hal lain yang istimewa. Kebahagiaan dan cinta orang-orang terhadapnya. Kenangannya tentang dirinya juga tidak akan pernah lekang dimakan zaman.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar