Jumat, Oktober 07, 2011

(44) Ketika Mencintai itu adalah Keputusan

Membaca tulisan dari ANIS MATTA, yang mengatakan bahwa MENCINTAI adalah kata lain dari MEMBERI. Tentu saja tanpa pamrih, tulus dan demi cinta itu sendiri. Pekerjaan yang tidak mudah. Karena kadang manusia memberi karena ingin diberi, bukan memberi karena memang ingin memberi.

Mengatakan “AKU MENCINTAIMU” pada seseorang adalah sebuah keputusan yang besar.Seharusnya kata-kata itu tidak diucapkan sembarangan. Karena ketika kau mengatakan bahwa kau mencintai seseorang, itu sama dengan mengatakan “Aku ingin memberimu sesuatu”, yang berarti juga, “Aku akan memperhatikan dirimu, dalam keadaan apapun untuk mengetahui apa yang kamu butuhkan, sehingga aku bisa melakukan sesuatu untuk memenuhinya... aku akan bekerja keras untuk kehidupan kita... aku akan merawatmu dengan segenap hati hingga tak akan kulihat kau terluka... aku akan mendewasakanmu dengan segala kebaikan dan kebijakan yang akan kutanamkan tiap hari padamu... aku akan menjagamu dari segala hal yang bisa merusak jiwamu... “


Dan, apapun yang kau katakan, saat kau mencintai seseorang, taruhannya adalah kepercayaan orang yang kita cintai terhadap konsistensi kita. Sekali kita mengatakan bahwa kita mencintai orang itu, maka semua ungkapan lain dari mencintai itu harus kau buktikan. Itu adalah DEKLARASI JIWA, bukan hanya bicara tentang suka, kagum, atau ketertarikan semata. Karena suka, kagum, atau ketertarikan itu adalah kata lain dari SEMENTARA. Sementara dia mempunyai sesuatu yang terlihat mata, maka kamu akan tetap suka atau kagum. Itu juga berarti kata lain dari APA yang membuatmu suka padanya, bukan SIAPA atau BAGAIMANA. Lebih karena fisik. 

Tapi Deklarasi jiwa tidak seperti itu. Deklarasi jiwa adalah bicara tentang kesiapan dan kemampuan untuk memberikan sesuatu, untuk berkorban, untuk melindungi, untuk menyayangi, dan untuk merawat.Deklarasi yang diucapkan dengan kesadaran penuh, bahwa siapapun yang menerima ucapan ini, sama artinya kita bertanggugjawab atas dirinya. 

Sekali deklarasi hati itu menyeleweng, maka tidak akan ada lagi kepercayaan dalam hal mencintai. Suami pada istri, anak pada orang tua, sahabat pada kawannya, pacar kepada kekasih, rakyat pada pemimpinnya. Semua berada dalam satu keadaan: cinta yang tidak terbukti. Itulah mengapa cinta begitu terasa menggebu ketika awal hubungan, kemudia lambat laun mulai redup, hilang dan padam. 

Jalan kehidupan memang tak selalu lurus. Tidak juga selalu naik atau turun. Jalan hidup itu dinamis, bukan statis. Tidak selamanya sulit, dan tidak selamanya mudah. Tidak selamanya beruntung, tidak selamanya malang. Dinamislah yang membuat kita tertantang. Tertantang untuk membuktikan bahwa kita mampu bertahan bahkan di situasi yang sulit. Disitulah integritas cinta dibuktikan. Bahwa siapapun yang mampu memenuhi deklarasi cintanya pada masa sulit, maka dia jauh lebih sanggup membuktikannya dalam situasi longgar.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar