Kemarin, aku membaca sebuah blog dari sahabat. Isinya tentang tulisan-tulisan yang diposting khusus untuk bulan Ramadhan ini. Judulnya sih Magical Ramadhan, tapi temanya tiap hari berbeda. Tertarik? Iya. Menuliskan sesuatu yang terjadi seharian selalu menarik, kan? Nah, akhirnya, baru mulai saat day#7 ini. Kali ini temanya, tuliskan hal yang paling berat dan hikmahnya.
Ups, begitu mau nulis langsung dapat pe-er yang 'sulit'. Atau bisa dibilang susah-susah gampang. Kenapa begitu? Iyalah, sesuatu peristiwa dikatakan sulit atau mudah kan tergantung bagaimana kita melihat dan menyikapinya. Yang pasti semua kejadian, semua peristiwa dan semua yang terjadi pastilah ada hikmahnya. Bisa langsung kita dapatkan saat itu juga, atau Allah menguji kesabaran kita dengan memberikan hikmah itu beberapa waktu yang akan datang. Dan memang untuk memahami hal itu bukanlah sesuatu yang mudah.
Perpisahan dengan seorang calon suami misalnya. Bayangkan, tinggal menghitung hari pernikahan digelar dan penyempurnaan Dien terjadi, namun ternyata Tangan Tuhan Menuliskan jalan lain. Aku harus menuntut ilmu yang akhirnya berakibatkan pada batalnya acara itu. BATAL, bukan ditunda. Entah kenapa saat itu aku memilih untuk sekolah, yang waktunya hanya 6 bulan. Karena gratis kah? Atau karena kesempatan itu tidak datang dua kali??
Awalnya, aku menganggap bahwa apa yang kualami adalah hal yang paling berat. Merasa aku menjadi orang paling merana. Allah mengujiku terlalu berat. Ya, saat itu aku merasa seperti itu. Depresi kronis, stres tingkat akut, sampia harus pergi bolak-balik ke pondok pesantren karena takutnya berdampak berlebihan.
Aku merasa buruk saat itu. Menyalahkan diri sendiri yang telah menyakiti banyak orang. Dan rasa takut itu membludak ketika aku sadar bahwa menyakiti saudara sesama muslim, artinya menyakiti Nabi kita, Muhammad SAW. Tiap sholat aku selalu meneteskan air mata mohon ampun. Banyak juga nasehat dari teman-teman yang memang benar-benar bersimpati, yang banyak membantu.
Ups, begitu mau nulis langsung dapat pe-er yang 'sulit'. Atau bisa dibilang susah-susah gampang. Kenapa begitu? Iyalah, sesuatu peristiwa dikatakan sulit atau mudah kan tergantung bagaimana kita melihat dan menyikapinya. Yang pasti semua kejadian, semua peristiwa dan semua yang terjadi pastilah ada hikmahnya. Bisa langsung kita dapatkan saat itu juga, atau Allah menguji kesabaran kita dengan memberikan hikmah itu beberapa waktu yang akan datang. Dan memang untuk memahami hal itu bukanlah sesuatu yang mudah.
Perpisahan dengan seorang calon suami misalnya. Bayangkan, tinggal menghitung hari pernikahan digelar dan penyempurnaan Dien terjadi, namun ternyata Tangan Tuhan Menuliskan jalan lain. Aku harus menuntut ilmu yang akhirnya berakibatkan pada batalnya acara itu. BATAL, bukan ditunda. Entah kenapa saat itu aku memilih untuk sekolah, yang waktunya hanya 6 bulan. Karena gratis kah? Atau karena kesempatan itu tidak datang dua kali??
Awalnya, aku menganggap bahwa apa yang kualami adalah hal yang paling berat. Merasa aku menjadi orang paling merana. Allah mengujiku terlalu berat. Ya, saat itu aku merasa seperti itu. Depresi kronis, stres tingkat akut, sampia harus pergi bolak-balik ke pondok pesantren karena takutnya berdampak berlebihan.
Aku merasa buruk saat itu. Menyalahkan diri sendiri yang telah menyakiti banyak orang. Dan rasa takut itu membludak ketika aku sadar bahwa menyakiti saudara sesama muslim, artinya menyakiti Nabi kita, Muhammad SAW. Tiap sholat aku selalu meneteskan air mata mohon ampun. Banyak juga nasehat dari teman-teman yang memang benar-benar bersimpati, yang banyak membantu.
Namun ternyata apa yang kurasakan selama ini hanya kamuflase sesaat. Beberapa bulan kemudian kau bangkit. Mulai kembali belajar berjalan, meski tertatih. Belajar menebar senyum kembali, sembari mengobati sakit ini. Dan tiap kali merenung dalam heningnya malam, aku mulai merakan banyak hal yang Allah kasih untukku. Untuk mengganti rasa sakitku kemarin. Dan aku semakin merasakan betapa tiap saat aku merindukan untuk bersujud pada-Nya, meski mungkin sujud itu kulakukan saat aku membutuhkan-Nya. Karena memang aku membutuhkan-Nya. Kita semua membutuhkan-Nya, kan?
Pertama hal yang paling kusyukuri adalah aku memutuskan mengambil gratisan sekolah itu. Karena dengan itu, sekarang aku mengajar banyak IKM dengan ilmu baru yang kudapat selama 6 bulan. Banyak orang-orang IKM yang menyayangiku. Memintaku untuk selalu datang sekedar berbincang dan bertukar pendapat, atau sekedar untuk mencicipi keripik buatan mereka. Satu lagi, dengan mengenal mereka, aku sering dapat keripik gratis, atau potongan harga saat beli batik hasil karya mereka =D
Lebih banyak kesempatan belajar dari mereka tetang kerja keras.
Kemudian aku menyadari bahwa ternyata keluargaku tak pernah putus doa untukku. Menyayangi dan perhatiannya yang luar biasa yang tidak pernah berhenti. Dulu aku tidak pernah peduli dengan apa yang mereka ucapkan, namun dengan peristiwa ini, aku sadar apapun yang mereka lakukan dan katakan, semua semata untu kebaikan dan kebahagianku. Meski kadang aku masih sering salah paham. Dan aku merasakan, aku mulai dekat dengan mereka, dan semakin dekat.
Terus, aku menyadari bahwa ternyata banyak sahabat yang luar biasa yang
berkenan memberikan sedikit waktunya untuk menjadi 'tong sampah' bagi
curhatku. Tidak pernah bosan dengan ke-galau-an dan ke-lebay-an ku yang
tidak jelas. Mereka ada buatku kapanpun aku butuh.
Lalu, aku juga punya kesempatan untuk mengenal kehidupan pondok. Dan saat ini, jika aku merasa butuh bimbingan, aku tahu harus kemana. Kenalan juga dengan komunitas Rumah Perubahan, Komunitas luar biasa yang bergerak dalam pengabdian untuk anak-anak Yatim. Belajar banyak hal dari mereka, terutama bagaimana bersyukur dengan apa yang sudah Allah tetapkan bagi kita.
Terus, aku juga punya waktu 'mempercantik diri' *hahah-lebay* yang jarang bisa kulakukan dulu. Maksudnya lebih pada memanjakan diri. Aku juga santai-santai saat mau kemana-mana. Ijin juga sama ortu doang. Hm, apa lagi ya?? Banyak sih. Aku bersyukur untuk semua ini. Subhanallah... Alhamdulillah. Sungguh, Skenario yang luar dari Sang Maha Hidup.
Saat ini aku hanya berusaha untuk terus menanamkan bahwa segala sesuatu sudah ada dalam Lauhul Mahfudz. Tak ada bagi kita untuk mengkhawatirkannya. Yakin pada Yang Maha Mencintai itu lebih nikmat saat ini. Ya, rejeki, jodoh, hidup dan mati, Allah yang punya hak. Kita hanya perlu menyiapkan diri untuk itu semua. Rencana-Nya adalah yang terbaik bagi umat-Nya.
Allah tidak akan menguji hamba-Nya melebihi kemampuan hamba itu sendiri. Nah, jika Allah saja yakin kita mampu melaluinya, kenapa kita sendiri meragukannya?
Alhamdulillah Ya Allah
Alhamdulillah Ya Rabb
Alhamdulillah Ya Rahman Ar Rohim
Tidak ada komentar:
Posting Komentar