Tahun-tahun yang lalu hariku masih berisi namamu, kini tak lagi. Nama itu telah melangkah pergi bersama angin yang menggugurkan daun-daun kering di halaman rumah. Mimpi yang berselaput senyum, berubah menjadi air mata dengan judul dirimu. Membanjiri tiap malamku, hingga pagi mengetuk.
Dulu, begitu indah ketika kita menjaring asa atas nama Cinta. Sekarang, aku harus memunguti kepingan asa yang telah terpacah berkeping-keping, dihentak oleh takdir yang datang tiba-tiba tanpa permisi.
Dulu, saat kau senantiasa membelai rambutku. Terasa hangat tangan yang menyentuh, seolah mampu mencairkan hati dan jiwa yang membeku. Kini, kehangatan itu berganti dengan hembusan angin yang semilir melewati rambutku. Menyadarkanku bahwa tanganmu, kehangatanmu, dan dirimu tak ada lagi di sampingku.
Dulu, aku hanya melihat wajahku di matamu. Mendengar namaku dalam lantunanmu. Merasakan detak jantungmu yang menyamai irama jantungku. Sekarang, matamu hanya melihat seorang saja, menyebut nama seorang saja, merasai jantung sau orang saja. Dan itu bukan aku lagi.
Ternyata, memang bukan aku lagi yang ada di dalam hidupmu. Warna yang kuberikan dulu kini telah pudar, berganti dengan warna yang lain. Meski kita tetap berada di bawah langit yang sama, dan melihat matahari yang sama, namun, semua tidaklah sama tanpa genggaman tangan yang mengisi ruang kosong ini. Genggaman tangan yang kini hanya menjadi penghuni album kenangan yang berjudul Kamu. Ya, penghuni album kenangan, yang mungkin sesekali berkenan untuk di buka nanti. Nanti, ketika debu-debu di sekitarnya mulai menemaninya dan bertumpuk diatasnya.
Tapi, album kenangan itulah yang akan mengingatkanku, bahwa di suatu masa pada titip kehidupanku yang lama, ada seseorang yang bernama Kamu, yang bersedia mengisi sela-sela kosong diantara jemariku.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar