Aku merekam jejakmu pada 28 Juni 2011 bersama hujan
Mentaripun bersedih enggan menunjukkan sinarnya
Berganti mendung yang menghadirkan tetes hujan untuk mengantarmu...
Kau membawa pergi sebagian jiwaku
Melangkah tanpa menoleh,
membawa perasaan yakin suatu hari akan bersua kembali
dengan sosok gadis belakangan lelah meneteskan bening air di matanya yang berjudul ‘Kakak’
mataku yang bertirai kristal bersama dengan hujan yang turun,
tak bergeming menatap burung besi yang menerbangkan diri, membawa orang yang berarti baginya itu pergi
Aku berteriak dalam diam dan tangisku
Meminta kau untuk kembali, menunda kepergianmu
Kembali untuk sebentar lagi menghabiskan waktu dan mengukir kisah dalam beberapa bait cerita hidupku
Tapi, kau tak mendengarnya... karena mulutku terkatup, tanpa seuntai kalimatpun yang meluncur
Aku menunduk, kembali ke dunia nyataku yang kini tak ada lagi dirimu
Hanya bayanganmu yang selalu tampak dan hadir di tiap sudut pandanganku
Tak ada lagi canda tawa dan pertengkaran kecil yang tercipta olehmu
Di dunia yang telah kubangun setelah ku terkapar
Aku seperti ‘mati’
Senyumanku ... ada karena senyummu
Kekuatanku ... hadir karena kekuatanmu
Semangatku ... datang karena semangatmu
dan,
diriku yang ‘baru’... terlahir karena adanya dirimu, yang membuatku bangkit dari keterpurukan
Sunyi,
Sepi,
dan Kosong
adalah judul kehidupanku setelah kau pergi
Ada lagu kehilangan yang senantiasa terlantun untuk orang yang jauh
Berharap dia mendengar... entah sampai kapan
Namun, ada satu bagian yang membuatku kuat
membuatku percaya bahwa kau ada disampingku, meski kau tak nampak
Hari itu hujan... ya, hujan..
Hujan, didalamnya aku melihatmu melangkah pergi menjauh
Hujan, didalamnya aku mengingat senyumanmu yang mampu mengalahkan dingin
Hujan, didalamnya ada suara merdu dan petikan gitar yang membahagiakan
Hujan, didalamnya ada kekuatanmu yang tersimpan untukku dan membuatku mampu bertahan
Hujan, didalamnya aku titipkan rindu dan asa, yang kuharapkan bisa tersampaikan padanya
Lewat aliran air yang beranjak menuju laut
Lewat hembusan dingin angin yang mendampingi tetes air hujan
Lewat petir dan halilintar yang berteriak keras menghantam jiwa
Kuharapkan rinduku dapat dia rasakan
Sampai suatu saat, dia akan menjawab panggilanku
“Apa kabar, Dek?”
dan memelukku ketika hujan mulai reda
dan hangatnya mentari mulai menyapa
Kakak, sebutan indah yang kau semat untuknya adalah gelar yang hadir dari nadi nadi cinta. Kelak, tawa dan tangis akan kembali bersatu atas nama sejiwa. Salam hormat untuk dua saudara yang menyejarah dengan rasa rasa indah di hati
BalasHapus