Kamis, September 29, 2011

(38) Kelam


Kelam
     Ke.lam
         K.e.l.a.m

Kau tahu apa itu?
ya, ketika keadaan gelap segelap-gelapnya
Tanpa cahaya, tanpa penerang
Gelap yang merajam hatimu hingga menghadirkan sang Air Mata
Serupa jatuh dalam lubang tak berdasar

Engkau takkan pernah tahu ada apa di dalamnya
Engaka takkan pernah tahu akan melangkah kemana
Bagimu atau bagiku, ketika Si Kelam menyapa,
bagai di tebar ranjau di sekitarmu
dan kamu atau aku wajib keluar tanpa menginjaknya
atau mereka akan meledak bersama dengan jiwamu

Pertanyaannya,...
ketika Si Kelam mengetuk jiwamu, 
apa yang akan kau lakukan?

Akankah kau tetap melangkah 
yakin dapat keluar, meski nyawa taruhannya?
atau kau hanya diam? menunggu siapapun datang membawakanmu cahaya?

Asal tahu saja, kamu atau aku, tidak akan pernah dapat menggapai tempat yang kita inginkan, hati yang kita maui,
jika
kita tidak pernah mau meninggalkan tempat yang sekarang kita pijak...
kita tidak pernah mau melupakan hati yang telah permisi pergi untuk mengunjungi hati yang lain...
Mana yang kau pilih?

Kelam...
pilihan kamu atau pilihanku adalah
membiarkan kelam itu masuk dan berkenalan dengannya,
agar kita tahu apa yang di mauinya
Biarkan dia tinggal sejenak untuk menguatkan kita 
Biarkan dia menjadi guru bagi kita untuk lebih bisa menghargai sabahatnya, Terang. 
Kerena Si Kelam, pasti datang untuk mengajari kita memahami artinya Si Senyum


Jadi, kau punya pilihan lain?

Rabu, September 28, 2011

(37) Dulu... Sekarang...

Tahun-tahun yang lalu hariku masih berisi namamu, kini tak lagi. Nama itu telah melangkah pergi bersama angin yang menggugurkan daun-daun kering di halaman rumah. Mimpi yang berselaput senyum, berubah menjadi air mata dengan judul dirimu. Membanjiri tiap malamku, hingga pagi mengetuk.
Dulu, begitu indah ketika kita menjaring asa atas nama Cinta. Sekarang, aku harus memunguti kepingan asa yang telah terpacah berkeping-keping, dihentak oleh takdir yang datang tiba-tiba tanpa permisi.
Dulu, saat kau senantiasa membelai rambutku. Terasa hangat tangan yang menyentuh, seolah mampu mencairkan hati dan jiwa yang membeku. Kini, kehangatan itu berganti dengan hembusan angin yang semilir melewati rambutku. Menyadarkanku bahwa tanganmu, kehangatanmu, dan dirimu tak ada lagi di sampingku.
Dulu, aku hanya melihat wajahku di matamu. Mendengar namaku dalam lantunanmu. Merasakan detak jantungmu yang menyamai irama jantungku. Sekarang, matamu hanya melihat seorang saja, menyebut nama seorang saja, merasai jantung sau orang saja. Dan itu bukan aku lagi.
Ternyata, memang bukan aku lagi yang ada di dalam hidupmu. Warna yang kuberikan dulu kini telah pudar, berganti dengan warna yang lain. Meski kita tetap berada di bawah langit yang sama, dan melihat matahari yang sama, namun, semua tidaklah sama tanpa genggaman tangan yang mengisi ruang kosong ini. Genggaman tangan yang kini hanya menjadi penghuni album kenangan yang berjudul Kamu. Ya, penghuni album kenangan, yang mungkin sesekali berkenan untuk di buka nanti. Nanti, ketika debu-debu di sekitarnya mulai menemaninya dan bertumpuk diatasnya.
Tapi, album kenangan itulah yang akan mengingatkanku, bahwa di suatu masa pada titip kehidupanku yang lama, ada seseorang yang bernama Kamu, yang bersedia mengisi sela-sela kosong diantara jemariku.

(36) Cinta Bersemi di Pelaminan - Anis Matta

Lupakan! Lupakan cinta jiwa yang tidak akan sampai di pelaminan. Tidak ada cinta jiwa tanpa sentuhan fisik. Semua cinta dari jenis yang tidak berujung dengan penyatuan fisik hanya akan mewariskan penderitaan bagi jiwa. Misalnya yang dialami Nasr bin Hajjaj di masa Umar bin Khattab.

Ia pemuda paling ganteng yang ada di Madinah. Shalih dan kalem. Secara diam-diam gadis-gadis Madinah mengidolakannya. Sampai suatu saat Umar mendengar seorang perempuan menyebut namanya dalam bait-bait puisi yang dilantunkan di malam hari. Umar pun mencari Nasr. Begitu melihatnya, Umar terpana dan mengatakan, ketampanannya telah menjadi fitnah bagi gadis-gadis Madinah. Akhirnya Umar pun memutuskan untuk mengirimnya ke Basra.

Disini ia bermukim pada sebuah keluarga yang hidup bahagia. Celakanya, Nasr justru cinta pada istri tuan rumah. Wanita itu juga membalas cintanya. Suatu saat mereka duduk bertiga bersama sang suami. Nasr menulis sesuatu dengan tangannya di atas tanah yang lalu dijawab oleh seorang istri. Karena buta huruf, suami yang sudah curiga itu pun memanggil sahabatnya untuk membaca tulisan itu. Hasilnya: aku cinta padamu! Nasr tentu saja malu kerena ketahuan. Akhirnya ia meninggalkan keluarga itu dan hidup sendiri. Tapi cintanya tak hilang. Dia menderita karenanya. Sampai ia jatuh sakit dan badannya kurus kering. Suami perempuan itu pun kasihan dan menyuruh istrinya untuk mengobati Nasr. Betapa gembiranya Nasr ketika perempuan itu datang. Tapi cinta tak mungkin tersambung ke pelaminan. Mereka tidak melakukan dosa, memang. Tapi mereka menderita. Dan Nasr meninggal setelah itu.

Itu derita panjang dari sebuah cinta yang tumbuh dilahan yang salah. Tragis memang. Tapi ia tak kuasa menahan cintanya. Dan ia membayarnya dengan penderitaan hingga akhir hayat. Pastilah cinta yang begitu akan menjadi penyakit. Sebab cinta yang ini justru menemukan kekuatannya dengan sentuhan fisik. Makin intens sentuhan fisiknya, makin kuat dua jiwa saling tersambung. Maka ketika sentuhan fisik jadi mustahil, cinta yang ini hanya akan berkembang jadi penyakit.

Itu sebabnya Islam memudahkan seluruh jalan menuju pelaminan. Semua ditata sesederhana mungkin. Mulai dari proses perkenalan, pelamaran, hingga, hingga mahar dan pesta pernikahan. Jangan ada tradisi yang menghalangi cinta dari jenis yang ini untuk sampai ke pelaminan. Tapi mungkin halangannya bukan tradisi. Juga mungkin tidak selalu sama dengan kasus Nasr. Kadang-kadang misalnya, karena cinta tertolak atau tidak cukup memiliki alasan yang kuat untuk dilanjutkan dalam sebuah hubungan jangka panjang yang kokoh.

Apapun situasinya, begitu peluang menuju pelaminan tertutup, semua cinta yang ini harus diakhiri. Hanya di sana cinta yang ini absah untuk tumbuh bersemi: di singgasana pelaminan.

Senin, September 26, 2011

(35) My Reflection

The drive back to the house after repeated refresh the mind, heart and soul. Many things that made ​​me think and think again. About family, love, friends, or whatever it is that is in the circle of life. No thought, just like that I was at this point. You know? The point where you no longer know what you feel. The point where you no longer know what you want. All like a mist that held the drapes in front of your eyes. You're blind. Unable to see anything, and do not know will go where.
That's what I feel now. At this time. Though I tried, I could not shake the feeling that I knew was no longer felt since eight months ago. But why just a feeling that I thought was lost, now come back without being invited? Does God was testing me? Test whether I was strong enough to withstand this feeling when he comes again?
If so, then my answer is NO. I'd never be strong when faced with the feelings of the past. I've always been weak, when all things related to heart attack back.
Sometimes I try to reflect and learn from the past. That each of whatever God had planned for us, it will definitely work well. Be strong or weak, it is our choice. be confused between the two, also is our choice. All I know is I believe and try, that God will not bring us this far only to leave us and make us hurt. He is always there. It's just hurts sometimes that makes us blind. Made me blind, and did not see the good behind it.
I wish I could always learn from reflection in the mirror and reflected by it. Hoping to forget what is painful. Forgetting that his love is now no longer for me. And maybe it was just a temporary pain. Until the time that can not be determined. Until the gods gave birth to a new plan with new people. Hopefully!



Perjalanan pulang menuju rumah setelah me-refresh ulang pikiran, hati dan jiwa. Banyak hal yang membuatku merenung dan memikirkannya ulang. Tentang keluarga, cinta, teman, atau apapun itu yang berada dalam lingkaran kehidupan. Tak menyangka, secepat itu aku berada di titik ini. Kau tau? Titik dimana kau tidak tahu lagi apa yang kau rasakan. Titik dimana kau tak lagi tahu apa yang kau inginkan. Semua bagai kabut yang menggelar tirainya di depan matamu. Kau buta. Tak dapat melihat apa-apa, dan tidak tahu akan berjalan kemana.
Itu yang kurasakan sekarang. Saat ini. Meski kucoba, aku tak bisa menghilangkan perasaan yang aku tahu sudah tak lagi kurasakan sejak delapan bulan yang lalu. Tapi, kenapa justru perasaan yang kupikir telah hilang, kini datang lagi tanpa diundang? Apakah Tuhan tengah menguji hatiku? Menguji apakah aku cukup kuat untuk menahan rasa ini ketika dia datang lagi?
Jika iya, maka jawabanku adalah TIDAK. Aku tidak pernah menjadi kuat saat dihadapkan pada perasaan dari masa lalu. Aku selalu menjadi lemah, ketika semua hal yang berhubungan dengan hati kembali menyerangku.
Kadang aku berusaha bercermin dan belajar dari masa lalu. Bahwa tiap apapun yang Tuhan rencanakan untuk kita, pasti akan berhasil dengan baik. Menjadi kuat atau lemah, tetap adalah pilihan kita. berada bingung diantara keduanya, juga adalah pilihan kita. Yang kutahu dan coba kuyakini adalah, bahwa Tuhan tidak akan membawa kita sejauh ini hanya untuk meninggalkan kita dan membuat kita terluka. Dia selalu ada. Hanya saja, luka hati kadang yang membuat kita buta. Membuatku buta, dan tidak melihat kebaikan di belakangnya.
Aku berharap selalu bisa bercermin dan belajar dari refleksi yang dipantulkan olehnya. Berharap dapat melupakan apa yang menyakitkan. Melupakan bahwa cintanya kini bukan untukku lagi. Dan mungkin sakit itu hanya sementara. Sampai waktu yang tak dapat ditentukan. Sampai tuhan melahirkan rencana baru dengan orang yang baru. Semoga!
 

Kamis, September 22, 2011

(35) Malaikat itu... Ibu

Ketika resah itu menggalaukan rohku...
Engkau selalu ada untuk mengusirnya
Membuatku kembali tenang

Ketika aku terluka oleh takdir yang menyakitkan...
Engkau tetap ada di sana, membasuh lukaku
Membuatku tak lagi merasakan perihnya

Ketika aku sering terjatuh dan merasa lelah..
Patah semangat ku terhempas oleh kerikil kehidupan
Hingga aku memilih untu berhenti dan menyerah
Lagi-lagi engkau di sana...
Memberikan lengkungan indah paling tulus yang menghiasi wajahmu...
Uluran tangan yang tak pernah ragu kau berikan adalah isyarat bagiku
untuk terus berjuang dan bertahan...

Aku bukan untukmu

Ada sebuah lagu yang tidak sengaja kudengar dari winamp komputer sebelah. Mungkin karena volume-nya terlalu keras hingga terdengar dari ruanganku. Rossa dengan "Aku bukan untukmu"

dahulu kau mencintaiku
dahulu kau menginginkanku
meskipun tak pernah ada celaku
tak berniat kau meninggalkan aku
* sekarang kau pergi menjauh
  sekarang kau tinggalkan aku
  di saat ku mulai mengharapkanmu
  dan ku mohon maafkan aku
reff: aku menyesal tlah membuatmu menangis
dan biarkan memilih yang lain
tapi jangan pernah kau dustai takdirmu
pasti itu terbaik untukmu
janganlah lagi kau mengingatku kembali
aku bukanlah untukmu
meski ku memohon dan meminta hatimu
jangan pernah tinggalkan dirinya
untuk diriku
repeat *
Entah apa yang sebenarnya lalu kupikirkan. Aku bukan untukmu... atau... kau bukan untukku?
Meski kenyataannya sekarang kau sudah ada yang lain, tapi aku ikut andil dalam menciptakan keadaan itu. Ya, kau memilih yang lain karena aku 'meninggalkanmu'.
Rasa sakit yang kau rasakan mungkin tak terbayangkan. Bahkan, kata maafkupun tak bisa kau terima. Tapi, itulah yang sekarang juga kurasakan. Mungkinkan aku membohongi perasaanku sendiri. Mencintaimu tapi 'tidak ingin mencintaimu'.
Katakan apa yang harus aku lakukan untuk memperbaiki semuanya?
Jangan menjawabnya tanpa kata. Karena, aku tidak bisa mendengar isi hatimu.

Rabu, September 21, 2011

(34) LoV3

        Love...
Simple questions with answers are never simple.
Love is everywhere and not everywhere at one time
Feel the same love to feel the cut and cured simultaneously.
Having fallen in love, makes you able to create beautiful arches in the face and drop nodes from your beautiful eyes at the same time.
You've felt it too, right?

You know the morning sun, or in the evening? with a dazzling orange color, and no one eyes that could not see, and worship him?
You know the flowers that had just come in early spring? When the fairies cast a warm aroma?
Do you know it's sitting in the middle of drizzle, with a warm blanket that you just dry in the sun, accompanied by your favorite cup of coffee and a book that really want you to read?
The beauty is what you see when you fall in love ...
That feeling can you feel when you know love and start loving someone.

You know, the chilling cold of the night and you can not find a blanket to warm you?
Can you feel how a person's thirst when walking in the desert, without direction and without an oasis?
How dark, when night came there was no light that can illuminate you? make you go astray?
What do you feel, when love is no longer entitled singing your name and the name? His dream was no longer contain yourself?
All that you feel the same, with a sense of who will you receive when you lose your love ... or a broken heart

Selasa, September 20, 2011

(32) Dalam Hujan

Aku merekam jejakmu pada 28 Juni 2011 bersama hujan
Mentaripun bersedih enggan menunjukkan sinarnya
Berganti mendung yang menghadirkan tetes hujan untuk mengantarmu...

Kau membawa pergi sebagian jiwaku
Melangkah tanpa menoleh,
membawa perasaan yakin suatu hari akan bersua kembali
dengan sosok gadis belakangan lelah meneteskan bening air di matanya yang berjudul ‘Kakak’

mataku yang bertirai kristal bersama dengan hujan yang turun,
tak bergeming menatap burung besi yang menerbangkan diri, membawa orang yang berarti baginya itu pergi

Aku berteriak dalam diam dan tangisku
Meminta kau untuk kembali, menunda kepergianmu
Kembali untuk sebentar lagi menghabiskan waktu dan mengukir kisah dalam beberapa bait cerita hidupku

Tapi, kau tak mendengarnya... karena mulutku terkatup, tanpa seuntai kalimatpun yang meluncur
Aku menunduk, kembali ke dunia nyataku yang kini tak ada lagi dirimu
Hanya bayanganmu yang selalu tampak dan hadir di tiap sudut pandanganku
Tak ada lagi canda tawa dan pertengkaran kecil yang tercipta olehmu
Di dunia yang telah kubangun setelah ku terkapar
Aku seperti ‘mati’
Senyumanku ... ada karena senyummu
Kekuatanku ... hadir karena kekuatanmu
Semangatku ... datang karena semangatmu
dan,
diriku yang ‘baru’... terlahir karena adanya dirimu, yang membuatku bangkit dari keterpurukan

Sunyi,
Sepi,
dan Kosong
adalah judul kehidupanku setelah kau pergi
Ada lagu kehilangan yang senantiasa terlantun untuk orang yang jauh
Berharap dia mendengar... entah sampai kapan
Namun, ada satu bagian yang membuatku kuat
membuatku percaya bahwa kau ada disampingku, meski kau tak nampak
Hari itu hujan... ya, hujan..
Hujan, didalamnya aku melihatmu melangkah pergi menjauh
Hujan, didalamnya aku mengingat senyumanmu yang mampu mengalahkan dingin
Hujan, didalamnya ada suara merdu dan petikan gitar yang membahagiakan
Hujan, didalamnya ada kekuatanmu yang tersimpan untukku dan membuatku mampu bertahan
Hujan, didalamnya aku titipkan rindu dan asa, yang kuharapkan bisa tersampaikan padanya
Lewat aliran air yang beranjak menuju laut
Lewat hembusan dingin angin yang mendampingi tetes air hujan
Lewat petir dan halilintar yang berteriak keras menghantam jiwa
Kuharapkan rinduku dapat dia rasakan
Sampai suatu saat, dia akan menjawab panggilanku
“Apa kabar, Dek?”
dan memelukku ketika hujan mulai reda
dan hangatnya mentari mulai menyapa

Minggu, September 18, 2011

(31) Lukisan Hati

Senja...
Dalam jingganya terlahir wajahmu
Tercetak bagai lukisan cantik Mahakarya Sang Pencipta Agung
Jika aku menceritakan tentang indahnya malam
Yang juga mampu membingkai lukisan rautmu,
Akankah senja rela beranjak?
Memberikan tempatnya pada bintang-bintang untuk menyinari indahmu?
Atau,
Jika aku menceritakan tentang Sang Surya
Yang senantiasa malu-malu tertutup awan
Karena kelembutanmu
Akankah senja mampu menunggu masa
Untuk hadir
Untuk melihat rupamu dan memotret keindahanmu?

Jika jantung bukan Kau yang membuat, Tuhan...
Apakah mungkin sanggup menjaga debarannya
Ketika ada dirinya?
hingga tetap berdetak dengan irama yang seharusnya

jika akal dan jiwa bukan Kau yang menciptanya, Tuhan...
apakah bisa, aku melukiskan indahnya ciptaanMu?
Layaknya senja yang mampu melekatkannya pada bianglala
Layaknya malam yang mampu membingkainya
Layaknya surya yang mampu menundukkan panasnya karena dia??

(30) Kapan menikah?

Jika tiba saatnya datang pertanyaan "kapan menikah" padamu dan bukan hanya sekali, apa yang kamu lakukan?
 Apalagi di saat teman-teman sebayamu sudah melakukan ijab kabul sebagian besarnya. Selamat datang di dunia yang penuh dengan pertanyaan demikian. Pertanyaan yang kadang membuat kita berpikir keras untuk 'menjawabnya'. Hingga yang dapat keluar adalah, "Hm, minta doanya, ya", "nunggu jodoh, nih", "apa kata yang di Atas-lah", atau hanya sekedar senyuman kecil yang menjadi jawabannya.
Menikah. The sweet words. Siapa yang tidak ingin menikah. Bahkan banyak dalam Al-qur'an yang menyebutkan bahwa pernikahan adalah wajib. Dan ayat yang sering ditemui (terutama di dalam undangan pernikahan) adalah QS Ar-Rum : 21,   

"Dan diantara tanda-tanda kekuasaanNya ialah Dia menciptakan untukmu isteri-isteri dari jenismu sendiri, supaya kamu cenderung dan merasa tenteram kepadanya, dan dijadikanNya diantaramu rasa kasih dan sayang. Sesungguhnya pada yang demikian itu benar-benar terdapat tanda-tanda bagi kaum yang berpikir."

Dan, satu lagi ayat yang menjadi favoritku, QS. An-Nuur : 26,


"Wanita yang baik adalah untuk lelaki yang baik. Lelaki yang baik untuk wanita yang baik pula (begitu pula sebaliknya). Bagi mereka ampunan dan reski yang melimpah (yaitu : Surga)"

Selain itu ada beberapa hadist yang juga menganjurkan tentang pernikahan,  
Shalat 2 rakaat yang diamalkan orang yang sudah berkeluarga lebih baik, daripada 70 rakaat yang diamalkan oleh jejaka (atau perawan)” (HR. Ibnu Ady dalam kitab Al Kamil dari Abu Hurairah) 

Rasulullah SAW. bersabda : “Seburuk-buruk kalian, adalah yang tidak menikah, dan sehina-hina mayat kalian, adalah yang tidak menikah” (HR. Bukhari). 

Diantara kamu semua yang paling buruk adalah yang hidup membujang, dan kematian kamu semua yang paling hina adalah kematian orang yang memilih hidup membujang (HR. Abu Ya¡¦la dan Thabrani).

"Kawinlah dengan wanita yang mencintaimu dan yang mampu beranak. Sesungguhnya aku akan membanggakan kamu sebagai umat yang terbanyak” (HR. Abu Dawud)

 Empat macam diantara sunnah-sunnah para Rasul yaitu : berkasih sayang, memakai wewangian, bersiwak dan menikah” (HR. Tirmidzi)

Allah menjanjikan surga bagi siapapun yang menikah dan dapat menjalani kehidupan pernikahannya sesuatu dengan aturan-Nya. Dan begitu buruknya-kah jika seseorang itu tidak menikah?
Manusia hanya berharap, segalanya Allah yang menentukan. Bagaimana ketika kita ingin menikah dan merasa mampu untuk menikah, tapi Allah belum menurunkan jodoh kita? Jawaban apa yang akan lontarkan ketika pertanyaan seperti diatas tadi ditanyakan kembali? Apa yang harus dilakukan agar jodoh kita segera diturunkan Allah? Haruskah kita menangis dan mengiba? Memohon setiap malam dan di setiap sujud kita? bukankan itu akan mengurangi niat kita, bahwa segala ibadah adalah lillahi ta'ala? bukan malah berubah menjadi lillahi nikah? 
Jadi, ....? 
Sebenarnya aku pernah hampir menikah. Tanggal 11 Maret 2011. Itu rencananya. Rencana manusia. Ketentuan Allah berakata lain. Tunangan bukan jaminan bahwa benar-benar akan ada pernikahan. dan saat ini yang ku bingungkan, apakah aku masih bertunangan atau tidak. Karena haram bagi laki-laki lain meminangku jika aku masih dalam pinangan orang lain. Haram seorang laki-laki muslim melamar diatas lamaran saudaranya.
Maka, aku harus bagaimana???
 

Sabtu, September 17, 2011

(29) Mencari cinta

Habis buka-buka file film lama yang ada di folder 'my film', eh, nemu film lama yang judulnya '30 hari mencari cinta'. Setelah melihat film itu lagi, adda satu hal yang membuatku berpikir dan akhirnya tersenyum.
Ternyata mencari cinta itu tidak semudah mengedipkan mata!
Jangankan satu bulan, kadang setahun belum tentu kita bisa menemukan cinta itu. Salah-salah kalau terburu-buru malah dapat orang yang 'salah'. Lha, yang di 30 hari mencari cinta itu kurang apa cantiknya? tapi masih saja susah cari pacar (meskipun itu film, kadang dalam kehidupan nyata juga ada). Apalagi yang kayak aku, hehehe... tapi, ada yang bilang sebuntut apapun sandal jepit sebelah kanan, pasti dia punya pasangan. Sandal jepit kiri. :)
Kutipan yang disampaikan oleh tokoh Keke di film itu, "ngapain kita capek-capek cari pacar, toh, tidak membuat hidup kita menjadi lebih baik. Gue yakin, kalau sudah saatnya nanti, pasti akan datang sendiri, kok, orang yang tepat buat kita." (ya, mungkin nggak terlalu sama dialognya. tapi kurang lebih seperti itulah)
Jadi mikir, nih. Benarkah kita tidak perlu berusaha mencari pasangan kita, dan menunggu kehadirannya dengan diam? percaya bahwa bila saatnya sudah tepat, maka pangeran kita akan datang dengan sendirinya?
Atau kita harus tetap berusaha?
Jadi perempuan itu memang serba salah. Mau maju duluan, dibilang genit, gatel, ga tau diri, apapun lah namanya. Pokoknya yang negatif-negatis dan nggak enak di dengar.
Tapi, kalau diam saja, orang yang kita sukai tidak akan tahu isi hati kita, perasaan kita. Tubuh kita bukan benda transparan, lho, yang isinya bisa dilihat dari luar.
Aku.. ada orang yang kusukai, dan berharap kelak menjadi pasanganku. Namanya? ehm,... later-lah. Belum berani menyebutkan. Dan, aku tidak bisa melakukan hal lain kecuali menunggu. Menunggunya mengetahui isi hatiku. Menunggunya memahami nama siapa yang tertulis dalam hati ini. Menunggunya entah sampai kapan. Semoga Allah memberi petunjuknya bagiku... Amin..
Well, siapapun yang akan bersanding mengisi hari-hari kita sampai senja nanti, yang pasti orang itu harus bisa menjadi 'teman bicara dan berbagi'. Bukan hanya good looking aja. Karena ketampanan atau kecantikan tidak akan bertahan sampai matahari terbenam. Tapi, perasaan mau mendengarkan dan berbagi tak akan lekang oleh waktu. Pasangan kita bukan hanya orang yang sexy atau berbadan sixpack. Karena ketika tua renta, hanya keriput yang tampak pada badan kita, menggantikan otot dan kemontokan yang selalu kita banggakan. Sex, bukan juga hal yang penting lagi ketika senja mengetuk. Tapi, kembali lagi, telinga kita lebih berharga saat tua.
Dan satu lagi, mencintai seseorang itu tidak pernah dan tidak akan pernah menjadikan kita bersalah. Bohong dan tidak jujur pada diri sendiri atau 'dialah' yang membuat kita salah.
Selamat mencintai seseorang, ya!!!!!

Kamis, September 15, 2011

(28) Resahku

Resah kembali datang menyergap. Ada apalagi ini? Bukankah aku sudah berusaha untuk menyerahkan semuanya kepada Allah. Menggantungkan segalanya pada Allah Ash-Shamad? Atau, mungkinkah belum ada ikhlas yang sepenuhnya pada-Nya?
Ada kalanya aku menyadari bahwa resahnya diriku ini karena aku tak sabar dalam menunggu ketentuan Allah. Ingin rasanya ketentuan itu hadir secepatnya. Segala doa yang telah dipanjatkan ingin segera dikabulkan, walau aku tahu itu tidak benar. Karena hanya Allah yang Maha Tahu atas apa yang terbaik bagi kita. Tapi, bisakah aku menjadi orang yang lebih ikhlas lagi? agar dapat kutunggu dan kuterima dengan legowo segala ketentuan dari Yang Maha Menentukan.

Moluccas

Ambon...
Ambon manise...
Moluccas...
Whatever you named it!
Ambon tetop daerah Seribu Pulau
yang berdiri gagah di tengah-tengah antara sirkum pasifik dan sirkum mediteran
bentangan flora dan fauna yang tak terbantahkan keindahannya
tak bisakah semua menjadikan ambon tak bercerai?
Deru peluru menusuk menukik dalam jiwa yang ketakutan
Menyisakan tubuh yang goyah terlunta dan melangkah dengan tertatih
Jalanan kian sepi
Menyisakan ruang kosong untuk teriakan yang tak berujung dan tak berpangkal
Anak kecil tak lagi berani berlari gembira
Tak ada lagi layang-layang yang terbang tinggi menggapai awan
Hanya ada gelap yang kelam
Ambon itu manis... tanpa air mata, tanpa darah, tanpa teror
Kenapa harus ada perang?
Kenapa harus ada permusuhan?
Semua seakan hadirdengan ribuan pertanyaan yang tak pernah terjawab
Aku ingin berlari dan berteriak
Perang, kelahi tak akan mengundang manfaat apa-apa
Semua hanya tentag tangis, cekam, teriakan, kecewa, dan semua yang membalut luka
Adakah dari mereka, yang memegang senjata, mendengarnya?
Adakah dari mereka, yang berbau mesiu, mengerti?
Ataukah semua itu memberi Ambon kesempatan untuk menjadi kuat
Seperti mentari yang akan muncul setelah badai?
Atau, justru membuat Ambon mati?
Generasi muda...
Berkenankah kau menjadi matahari...
Yang akan menyinari bumi Ambon tanpa diminta
Agar damai dan cinta dapat tumbuh dan bertahan di tanahnya
Agar asa dan mimpi dapat berjalan tenang tanpa rasa takut
Agar perang dan tikai dapat terlupakan dan terlewatkan
Terbangkan kembali layang-layangmu
Ke langit tinggi yang jauh di sana ‘tuk sampaikan salam perdamaian di seluruh negeri
Berhembus bersama angin dan awan
Bisikkan rasa kasih kepada mereka, hingga dapat dibuka mata menatap indahnya dunia
Lantunkan kerinduan di tiap hati hingga dapat lahir perasaan saling membutuhkan
Benahi jiwa agar dapat memaknai rasa kebersamaan dan saling menghargai
Seperti sinar matahari yang membakar
Memberi arti bagi kita untuk mensyukuri malam yang mengetuk dengan bintang-bintangnya
Bagai dinginnya malam yang sanggup menggigilkan raga
Membuat kita merindukan kehangatan sang Surya di ufuk timur
dan akhirnya semua kebahagiaan akan menyertai bumi Ambon Manise

Di antara Al-qur'an dan Salib..

Shubuh menyapa...
Fajar yang memerah belum mengetuk pagi
Terdengar lantunan ayat suci Al-qur’an
Terucap indah, membalas sapaan pagi...
Aku melihatnya...
Melalui jendela mataku yang setengah terbuka...
Seorang gadis ber-mukenah putih
Terduduk anggun menatap kitab suci di hadapannya...
Tetes air wudhu yang tersisa di rautnya membuat lentera penerang tak mampu
Menandingi cahaya wajahnya
Aku tidak bisa menjadi seperti dia...
Karena aku Nasrani...
Salib di tanganku...

Pagi menghela...
Meniupkan nafas kehidupan baru...
Memulai episode perjalanan hari ini
Aku mendengar nyanyiannya...
Bersama malaikat-malaikat kecil yang dipanggilnya anak-anak Gereja
Dengan gitar yang terpetik di tangannya..
Dia menggemakan kegemberiaan dan kebaikan
Menyanyikan pujian untuk Tuhannya
Bagai sinar matahari yang menghangatkan... dikelilingi bunga-bunga kecil lengkungan manis diwajahnya, tak ada air mata yang mengalir... semua tersenyum
Injil dihadapannya, dilantunkan dengan tepuk tangan sang anak Gereja
Aku melihatnya dengan senyum... tak bisa melakukan hal yang sama
Karena aku muslim...
Lafadz Al-qur’an adalah nyanyianku...


Jilbab yang tak pernah membiarkannya ‘telanjang’ senantiasa pelindung auratnya..
Salib yang tak pernah tertanggal dari lehernya, menjadi identitas tak bersuaranya...
Al-qur’an adalah petunjuk hidupnya...
Injil adalah penuntunnya...

Dalam sujudmu kau beribadah...
Dalam nyanyian gerejamu kau berdoa..

Kau berbeda denganku..
Aku tak sama denganmu..
Namun, kita bisa bersama... karena kita sahabat... karena kita saudara...

Layaknya burung yang butuh sayapnya agar  dia dapat terbang sempurna...
Bagai ikan yang butuh siripnya hingga mampu mengarungi luasnya samudra...
Seperti bumi yang butuh sinar mataharinya untuk bertahan...
Aku butuh engkau, sebagai sahabat hingga dapat kujalani hidup dengan sempurna
Aku butuh kau, hingga dapat kupahami arti bersyukur atas hidup & kehidupan
Hingga dapat menghargai perbedaan..
Dan, mengerti perbedaan tentang kebersamaan dan kesendirian..
Mengerti... bahwa manusia tidak dapat hidup sendiri...

(27) sakit karena tak bersyukur

"Syukurilah & nikmatilah masa sehatmu sebelum datang masa sakitmu!"

Sebagian besar manusia pasti sudah pernah mendengar kalimat itu. Syukurilah yang lima sebelum datang yang lima. Dan kalimat diatas adalah salah satunya. 
Sekarang, betapa kalimat itu mempunyai makna bagiku. Betapa bagaimanapun, yang namanya sakit itu nggak enak. Saat kita sakit, mungkin kita bisa manja. Apa-apa ada yang nyiapin, bahkan yang paling simple, seperti bapak yang jarang bikin teh anget, dengan ikhlasnya beliau menawarkan untuk membuatkannya khusus buat anaknya yang sakit.
"Yaopo awake? sek panas a?" (gimana badannya? masih panas?)
"Yo, sek ga enak" (iya masih ga enak)
"Lha pengen maem opo?" (lha, ingin makan apa?)
"Ga wes... ga enak ilat e. sek wareg pisan e" (ga deh... lidahnya sedang ga enak. masih kenyang juga kok)
"Yo wes.. tak gawekno teh anget a? ben enak awak e" (Ya sudah.. tak buatkan teh hangat ta? biar enakan badannya)
Itu sebagian perhatian yang kudapat ketika hari ini, Allah memberiku rejeki untuk dapat merasakan sakit. Hingga  memberiku satu pelajaran, daripada aku mengeluh tentang jenuhku yang kemarin, tak ada sedikit rasa syukurpun atas sehat yang kudapatkan. Dan kalau sudah begini, mana yang akan kau pilih seandainya kau menjadi aku? bersyukur atas sehat yang sudah diberi meski jenuh merajalela karena pekerjaan yang bejibun, atau berkeluh kesah dan akhirnya sakit? memang dengan sakit, maka pekerjaan yang tadinya menjadi tanggung jawabmu berpindah tangan pada orang lain. Tapi, setimpal kah?? Biarpun jenuh dengan angka-angka yang menghantui di atas bertumpuk kertas, tapi kepalaku nggak pusing. Mungkin hanya bosan dan mual. Sekarang, meski tidak ada angka yang berpose di hadapanku, tapi kepalaku terasa pusing dan berat. Seakan-akan ingin ku ikat agar tidak tercerai berai. 
'Nikmatilah masa sehatmu sebelum masa sakitmu' memberi arti betapa sehat itu sangat menyenangkan dan berharga. Dan hal itu baru disadari ketika kita sakit. Terkapar lemah. Merintih. 
Namun, lagi-lagi, tiap apa yang berasal dari Allah Sang Pemilik Hidup, pastilah selalu ada kebaikan atan maksud di dalamnya. 
Sakitpun seperti itu. Tidak selamanya sakit itu sia-sia, bahkan menjadi hal yang dibenci, karena kadang sakit membawa kebaikan bagi seseorang. Bahkan, Allah berjanji akan mengampuni dosa-dosa kita, ketika kita diberi sakit tapi kita masih bersyukur dan bersabar. Semoga aku bisa menjadi orang yang selalu bersyukur dan bersabar dalam keadaan apapun.
Ya Allah Ya Ghaffar Ya Shabuur

Senin, September 12, 2011

(24) Jenuh VS Bersyukur

Aku mulai terhinggapi rasa jenuh. Dia seperti jaelangkung yang datang tak diundang.
Tepatnya jenuh dengan apa yang tengah kukerjakan. Jenuh dengan apa yang tengah aku rasakan. Jenuh dengan apa yang.... Ah, entahlah. Perasaanku hanya mengatakan bahwa aku lelah. Ingin mencari 'angin segar' untuk jiwaku yang tengah lelah.
Ya Rabb Yang Maha Pemberi Rizki dan Maha Sabar, ampuni aku yang tidak pernah bersyukur pada apa yang telah aku dapatkan sekarang. Seharusnya, ketika aku merasakan bosan, aku melihat sekelilingku yang belum tentu mendapatkan apa yang sudah kuperoleh saat ini. Aku bisa bekerja tanpa harus bercucuran keringat, dibandingkan dengan para bapak tukang becak, para ibu penjual sayur, atau para anak-anak pemulung. Mestinya aku bisa menghilangkan perasaan jenuhku dengan bersyukur, bahwa aku tidak perlu bersusah payah mengais rizki untuk makan tiap hari. Aku tidak perlu khawatir bisa makan atau tidak esok hari, bisa membeli baju atau tidak. Tapi, aku melupakan itu semua dan mengutamakan rasa jenuh dan bosanku untuk mengeluh. Jarak tempatku bekerja yang tidak sampai mencapai 500 meter, tidak dapat mengingatkanku bahwa Allah sudah memberi rejeki yang berlimpah padaku. Aku tidak perlu menempuh perjalanan jauh, dapat pulang ketika jam istirahat siang, dan bisa ijin untuk sejenak melepas penat tanpa perlu waktu yang lama.
Ya Rabb Yang Maha Pengampun, ampuni aku yang lupa akan ayat-ayat Al-qur'an-Mu yang senantiasa mengajarkan tentang bersyukur dan bersabar. Seperti yang Engkau ajarkan pada Surat-surat-Mu yang tertulis indah pada Al-qur'an Al-Karim
Hai orang-orang yang beriman! Makanlah di antara rezeki yang baik yang kami berikan kepadamu. Dan bersyukurlah kepada Allah jika memang hanya dia saja yang kamu sembah. (Al-Baqarah: 172)

Baik kepadamu maupun kepada nabi sebelummu telah diwahyukan: "Jika engkau mempersekutukan Tuhan, maka akan terbuang percumalah segala amalmu dan pastilah engkau menjadi orang yang merugi. Karena itu sembahlah Allah olehmu, dan jadilah orang yang bersyukur (Az-Zumar: 65-66)


Dan ingat pulalah ketika Tuhanmu memberikan pernyataan: "Jika kamu bersyukur pasti Kutambah nikmatKu kepadamu; sebaliknya jika kamu mengingkari nikmat itu, tentu siksaanku lebih dahsyat. (Ibrahim: 7)
 Dan, tentu saja masih banyak ayat Allah yang menegaskan betapa pentingnya bersyukur.
Ya Rabb, beri aku kekuatan untuk menjalani amanah yang sudah diberikan. Hindarkan dari perasaan jenuh yang mungkin berasal dari Setan, atau dari diriku sendiri.
Dan, ketika aku menulis saat ini, itu adalah kompensasi dari rasa jenuhku. mencari suasana baru, untuk menghindari sesaat melihat angka-angka atau huruf-huruf yang bertengger cantik di atas kertas HVS berjumlah ratusan lembar.

Ya Rabb, semoga aku bisa segera menghilangkan rasa penatku. Mengurangi keluh kesahku, dan kembali bersyukur pada-Mu atas apa yang telah Engkau berikan kendati aku sering melupakan-Mu.