Tiba-tiba saya merasa tidak bisa melangkah. Diam saja. Tidak tahu harus kemana. Saya merasa menunggu sesuatu yang tidak pasti. Atau sebenarnya pasti datang, namun entah kapan. Saya merasa butuh sandaran yang lebih kuat. Illahi Robbi mungkin berkenan.
Ketika langkah saya stuck di sini, berhenti nyaris permanen, ada satu keyakinan yang membuat saya bertahan dengan kondisi ini. Keyakinan itu juga yang membuat saya tidak bisa membuka hati buat orang lain. Sebuah keyakinan yang muncul hanya karena sebuah mimpi. Masuk akalkah? Atau hanya manusiawi yang berharap terlalu muluk.
Entahlah, yang jelas, ketika saya mulai menyerah, mimpi itu selalu datang. Dan setelah itu, dia meninggalkan saya dengan sepucuk keyakinan baru. Seperti baru di charge. Sekarang pun demikian.
Saya berusaha untuk melangkah dan membuka hati. Berharap ada seorang yang bisa masuk. Saya berusaha. Tapi, nyatanya usaha itu tidak berhasil. Ataukah kurang keras usaha saya? Atau mimpi ini yang terlalu dalam menghunus saya?? #pemakaian bahasa yang aneh..
Saya berharap, meski itu hanya sebuah mimpi, dia bisa menjelma menjadi nyata. Tidak hanya bayangan kasat mata yang kosong. Yang hadir hanya ketika saya menutup mata dan memeluk guling. Saya berharap, andainya saya membuka matapun, dia tetap ada. Tersentuh. Bukan ilusi yang hadirnya mungkin bukan dari Allah, melainkan dari nafsu di hati saya.
Saya diam dalam langkah. Merindukannya, dan berharap angin akan membawa rasa rindu saya padanya. Berharap, Allah jg mendatangkan saya dalam mimpinya, dan merasai apa yang saya rasakan. Adakah itu berlebihan?
Saya merindukannya. Dan karena dia hanya bisa hadir ketika saya menutup mata, maka saya menutup mata.
Ya, ketika saya rindu, saya menutup mata. Itu saja.
Dan kaupun hadir.
Dengan senyummu.
Dengan sejukmu.
Mudah, kan.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar