Jumat, Juli 22, 2011

Bakso Mas Panut

 Pukul 15.00 di derah Cipanas...

sebuah gerobak Bakso dengan judul "Bakso Mas Panut" bertenggetr di depan Warung Sate 'Shinta' Cipanas. Nah, daripada nggak ada kerjaan nungguin teman-teman yang lagi belanja sepatu di Milano, akupun menghampiri gerobak itu.

"Bakso satu, Pak!" Dan berkreasi-lah sang bapak dengan racikan baksonya.

"Orang Jawa, ya, Mbak?" katanya sambil memberiku semangkok bakso.

"Iya. Kok, tau, Pak?"

"Dari logatnya," jawabnya.

Oh, memangnya segitu kentaranya ya orang jawa kalo ngomong? Tapi, bukannya Cipanas juga termasuk Jawa, meskipun bukan Jawa Timur atau Jawa Tengah?

Cerita Mas-atau lebih cocok dipanggil Pak-Panut menemaniku menghabiskan semangkok bakso.

Dan yang membuatku enak mendengarnya adalah cara dan logat bicaranya.

Mas panut adalah orang Wonogiri, Jawa Tengah yang merantau kemari. Dia punya dua anak. anaknya yang pertama sudah kelas 3 SMA, yang kedua kelas 3 SMP. Kata-kata Mas Panut selanjutnya yang membuatku menghentikan suapan baksoku.

Dia bilang, "kalau punya anak itu jaraknya jangan terlalu jauh, juga jangan terlalu dekat. Kalau terlalu jauh, kasihan nanti kalau orang tuanya sudah tua, dia masih kecil. Saat butuh biaya, kita sudah tidak mampu. kalau terlalu dekat juga kasihan anak sebelumnya. Belum cukup dapat kasih sayang. Ibunya juga kasihan."

Ucapan selanjutnya juga nggak kalah lucu. "Kalau punya anak laki-laki, masuk sekolah nanti harus umur 7 tahun, meskipun anaknya sudah siap sebelum usia 7 tahun. Nah, kalau perempuan umurnya harus 6 tahun. supaya otaknya nggak terlalu ditekan."

Dan Mas panut menyebutkan bahwa apa yang dia ucapkan adalah hasil analisis.

Entahlah. Yang pasti, Mas Panut yang asli Wonogiri adalah orang yang menyenangkan dan tidak melupakan bahasa Jawanya meski sudah 20 tahun merantau -disamping dia jago bahasa Sunda-

dan, baksonya enak.

1 komentar:

  1. Like this. . Suka dengan tulisan yang bernuansa human. . :D
    terus berkarya Vina. . :)

    BalasHapus