Berangkat dari rumah di Bumi Tamalanrea Permai jam 10, agenda hari ini tentunya adalah Pantai Losari. Tapi, Kak Nadeth bilang, masih terlalu siang untuk bersantai disana. Tidak akan ada apa-apa. Malah panas yang mungkin kita temui nanti. Jadi, aku minta main ke benteng Fort rotterdam dulu. Tentunya tanpa tahu bahwa benteng itu bakal membakar kita tanpa ampun.
Bener aja. Benteng itu adalah tempat terbuka dengan panas yang luar biasa menyengat. "Namanya juga benteng, dek, yo kebuka gini. Ampun, deh, panasnya," ucap Kak Nadeth. Rasa penarasan juga sih. Meskipun panas tetep nekad masuk. Sayang, kan udah sampai sini. Yang penting sudah pernah masuk dan tahu, Fort Rotterdam itu kayak apa, sih.
Fort Rotterdam adalah sebuah benteng yang berbentuk susunan batu yang
memanjang, dibangun pada masa penjajahan belanda. Namanya dulu adalah
Benteng Jumpandang. Sesuai dengan nama tempat dimana dia berada, Ujung
Pandang, sebelum diganti dengan Makassar. Aku penasaran aja, katanya
benteng ini mirip dengan bentuk penyu yang turun dari langit. Dan memang
bentuk itu hanya bisa di lihat dari atas. Sebagiannya juga sudah
berubah karena pemugaran. Konon ada sebuah tempat angker dalam benteng
ini. Sebenarnya mungkin bukan angker, ya, tapi memang jarang atau hampir
tidak pernah dimasuki oleh orang-orang. Well, biasanya tempat yang
banyak benda sejarah itu aku cukup senang mendatanginya. Tapi, tidak
untuk benteng ini. Panasnya bikin kepala pening. Cukup setengah jam saja
di sini.
Setelah dari Benteng Fort Rotterdam, Kak Nadeth mengajakku untuk makan di sebuah warung yang kata dia warung itu adalah favorit Febry Waliulu. Disana ternyata yang kumakan malah bakso sama pisang Epe. Bukan baksonya yang bikin sesuatu yang baru. Melainkan 'teman' makan baksonya. Namanya Buras. Sama dengan Lontong, tapi masaknya pakai santan. Satu paket seharga Rp. 4.000,- isi empat buah. Bentuknya kecil, hanya setengah ukuran lontong.
Buras, teman makannya Bakso :))
Pisang Epe,
Seharusnya makannya waktu malam hari. Ditemani hembusan angin di Pantai Losari dan musik-musik jalanan.
Kesalahanku adalah, aku makan itu pas siang hari. Dan saking manisnya, gigi ini terasa ngilu luar biasa. Cukup habis satu setengah saja :))
Setelah makan, aku mengunjungi Masjid Raya Makassar untuk menunaikan Sholat. Masjid ini serupa Masjid Istiqlal dalam ukuran kecil. Karena masih dalam tahap pembangunan di bagian tempat wudhunya, kesan dari masjid ini masih kumuh.
Terus, aku sama kak nadeth pergi ke Triple C di kawasan Losari, mengingat losari masih sepi. Di Triple C ada pameran Makanan, minuman, Percetakan dan Pengemasan.
Nggak lupa mampir ke Masjid Amirul Mukminin. Masjid terapung yang dibangun di daerah Pantai Losari.
And, now... Tempat yang menjadi icon Makassar.
Taaa.. daaaaaa.....
LOSARI BEACH
Makan Jalangkotte, sejenis Pastel tapi isinya berupa touge, bihun, wortel dan kentang. Makannya pakai saus yang diracik khusus dengan irisan kacang dan sambal.
Makan Lumpia Sulawesi. Sama juga dengan lumpia disini, makannya juga dengan saus yang diracik khusus.
Minumnya es palubutung sama es pisang ijo. Beda banget sama es yang dijual di sini. Yummy...
Selamat menikmati ya....
Jalangkotte & Lumpia
Es Palubutung
Es Pisang Ijo
Tidak ada komentar:
Posting Komentar