Rabu, Maret 28, 2012

(214) Pengunjung Maret...

Penghujung Maret, 27 Maret 2012..
Maret sudah hampir berakhir, memasuki April, namun tidak punya planning sama sekali. Bukan, bukan... bukan tidak punya planning sama sekali. Tapi lebih belum siap dan tak tahu sepenuhnya harus berbuat apa untuk bulan April.
Tanganku mengayun di atas keyboard, ingin hati menuliskan apa yang kuharapkan untuk dapat terwujud di penghujung Maret ini. Atau kalaupun tidak akhir bulan ini, dapat terwujud di bulan April. Tapi, masih saja tak tahu apa itu. Apa baiknya? Mungkin karena apa yang kuharapkan terjadi, sudah seringkali kupanjatkan dalam lisan dan hatiku. Dan belum juga terjadi.
Tuhan, mungkin Kau menundanya dan ingin memberikan yang terbaik bagiku kelak. Karena itu, berilah sesuatu yang penting untukku sebagai gantinya. Keikhlasan dan kesabaran. Menunggu apa yang Kau janjikan. Menunggu untuk semuanya terwujud.

Penghujung Maret... semoga bukan penghujung dari doa-doaku.

Selasa, Maret 20, 2012

(206) Aku menemukan bakat baru

Gara-gara wisuda adek kemarin, q jadi tahu kalau ternyata q punya bakat buat jahit baju sendiri, hehehe. Paling tidak untuk diri sendiri cukup memuaskan lah. Kemudian, seperti ketagihan, aku mendesain kembali untuk baju berikutnya. Kebetulan ada kain batik yang nganggur dirumah. Jadilah dia korban untuk model selanjutnya. Dan mungkin ada selanjutnya dan selanjutnya dan selanjutnya dan selanjutnya..... dan selanjutnya.

Senin, Maret 12, 2012

(197) 11 Maret 2011... 11 Maret 2012

11 Maret 2011...
11 Maret 2012...
Hmm, sudah setahun pas rupanya. 11 Maret layaknya menjadi hari bersejarah untuk keluargaku. Pertama, 11 Maret tahun lalu, seharusnya telah dibacakan ijab qabul oleh seorang lelaki atas namaku. Seharusnya...
11 Maret 2012, tanggal bersejarah itu tidak hanya berjudul Supersemar, melainkan juga wisuda untuk adikku yang nomer 2. Bersyukur tidak kejadian seperti tahun lalu, acaa wisuda berjalan lancar.
Fiuff, tidak terasa setahun sudah berlalu sejak hari itu. Namun, semuanya masih sangat jelas kuingat, seolah baru kemarin terjadi.


 Baju akad yang sudah selesai. Tergantung begitu saja di lemari pakaian. Tak pernah lagi dicoba. Hanya sekali, ketika pengepasan waktu itu. Warna putih dan peraknya masih bersih, seperti tak pernah tersentuh oleh apapun, Bahkan oleh luka sekalipun. Tiap malam, secara tak sengaja, aku mengintip ibu yang tengah merenung, terdiam, sambil memegang baju itu ditangannya. Dalam kepura-puraan tidurku, aku melihat beliau tertegun, seolah tak percaya bahwa baju itu urung dikenakan.

Aku sendiri tak pernah ingin melihatnya, karena jika aku melihatnya atau menyentuhnya, aku merasakan sakit yang luar biasa. Aku hanya selalu berharap bahwa aku bisa merasakan memakainya suatu hari nanti. Dalam waktu yang tidak lama. Semoga...


Lain lagi dengan cerita souvenir yang berjumlah 500 buah. Pengerjaannya yang dikebut siang malam oleh Bapak Ibu benar-benar telah sukses tergeletak di lemari buku paling bawah. Padahal souvenir itu hanya tinggal mengemasnya saja. Melihatnya cukup membuat helaan nafas yang panjang dari mulutku. Fiuffhhh.....
Atau lebih baik benda ini dijual saja??

Tapi, bersyukur saja bahwa 11 Maret kali ini, tidak sesuram tahun lalu,. 11 Maret tahun ini, adekku wisuda dan ternyata sudah diterima bekerja di BNI. Ada pancaran bangga dan haru yang luar biasa dari wajah Bapak dan Ibu. Lihatlah wahai bapak dan ibu, satu anakmu lagi telah menjadi anak yang membanggakan.
Semoga aku juga segera dapat membanggakan kalian.... Amin


Kamis, Maret 08, 2012

(193) Allah melarang ini, lho!!

Pernahkah kamu melihat beberapa pengemis yang meminta-minta? Di pertigaan atau perempatan lampu lalu lintas? Di depan masjid saat sholat juma'at atau sholat besar lainnya? Di taman-taman kota? Pasti pernah. Mengemis seakan adalah pekerjaan yang biasa saja, sama halnya dengan pekerjaan pemulung, pengamen atau penjual asongan. Tapi, itu jelas sangat jauh berbeda. Sebagian pengemis mungkin merasa itu adalah pekerjaan yang mudah dan menghasilkan uang yang cukup lumayan tanpa mengeluarkan energi yang berlebihan. 

Tapi, tahukah mereka bahwa Allah, Tuhan sang Pemilik Hidup dan Rejeki sangat melarang umatnya untuk berpangku tangan saja, menunggu belas kasihan orang lain, tanpa berusaha.
"Jangan sekali-kali diantara kalian ada yang duduk-duduk enggan mencari rizki dan (hanya) berdoa : "Ya Allah, Limpahkanlah rizki kepadaku!", padahal ia telah mengetahui bahwa langit tidak menurunkan hujan emas dan perak"

Lihat saja, Nabi Daud bekerja sebagai petenun, Nabi Adam sebagai petani, Nabi Nuh sebagai tukang kayu, Nabi Idris sebagai tukang jahit, Nabi Musa bekerja sebagai Gembala. Bahkan, Nabi Muhammad yang kekasih Allah saja bekerja sebagai Pedagang. 

Karenanya, selama hayat masih dikandung badan, janganlah kita menunggu uluran tangan orang lain. Berusaha, berdoa, dan akhirnya mendapatkan hasil yang penuh berkah. Amin!!!

Minggu, Maret 04, 2012

(190) Apa Kabar Pangeran Cartesius??

Ya, bagaimana kabarmu? Baikkah kau disana?? Aku menanyakannya karena beberapa hari ini aku memimpikanmu. Padahal aku tidak terlalu memikirkanmu. Tapi, kadang wajahmu yang tak terlalu jelas, hadir mengetuk lalu masuk ke dalam mimpiku. 

Semoga saja seringnya aku bermimpi tentangmu, tidak menandakan sesuatu yang tidak baik. Semoga itu hanya karena alam bawah sadarku tahu bahwa aku merindukanmu. Jadi, kuharap kau baik-baik saja di sana hingga sudatu hari kita bertemu. Semoga secepatnya itu terjadi.

Sabtu, Maret 03, 2012

(189) Catatan awal Maret

Sudah masuk bulan Maret, ya? Ya ampun, kenapa tidak terasa ya? Atau mungkin aku yang 'sengaja' tidak 'ingin' merasakan berjalannya waktu? Salah sebenarnya, karena itu sama dengan aku tidak memberikan sesuatu hal yang bermakna setiap detik langkah waktu. Tapi bukan begitu juga, karena aku cukup memaknai jalannya waktu-waktu ini. Aku merasainya hingga bingung apa yang sebenarnya aku rasakan. Ach, bingung lagi bingung lagi.

Bicara tentang merasai, lagi-lagi aku tidak merasakan lamanya waktu berjalan. Tiba-tiba saja sudah setahun aku 'sendiri'. Tepat setahun yang lalu seharusnya aku sudah 'berdua'. Bukan bermaksud menyesali apa yang sudah-sudah, hanya ingin kembali menapaki jalan yang pernah kulalui dulu. 11 Maret, harusnya aku menikah, seandainya tidak memutuskan pergi ke puncak untuk pendidikan Tepat setahun yang lalu, seminggu sebelum pernikahanku, aku malah duduk di sebuah kelas, mendengarkan dosen berceloteh tentang manajemen biaya sambil memberikan sedikit coretan di buku yang diberikan panitia. 

Setahun... seharusnya waktu yang lama, namun terasa sangat cepat ketika aku sudah menginjakkan kaki di sini.

Dan sejak setahun yang lalu, benar-benar tidak ada perubahan dalam hidupku. Atau aku yang mengindahkan perubahan itu? Menganggapnya sebuah hal yang sepele. Tidak lagi menganggap apa yang terjadi adalah sebuah hal yang istimewa. Keistimewaan itu pergi dan menghilang bersama dengan perasaanku, yang lari, pergi atau menghilang entah kemana. Memasuki bulan Maret ini, membuatku kembali banyak berpikir. Kata 'seandainya' menjadi topik dalam tiap pembicaraan dengan hatiku. Seandainya kau jadi menikah, seandainya aku tidak pergi, seandainya aku... bla..bla...bla...

Penyenangan untuk hatiku hanyalah kata-kata, "Mungkin ini yang terbaik". Tapi, kembali muncul kata "Benarkah?" Jika iya, kenapa hatiku tak pernah tenang?

Ah, semoga saja memang yang terbaik. Dan harapanku, mimpi maretku tahun lalu, semoga bisa menjadi nyata di maret ini. Mungkinkah? Bisakah?